Seberkas Senyum Hangat Sang Sabit?

Aku merindukanmu, kawan.
Ingatkah kau ketika kita pertama kali bertemu, kita sama-sama bodoh? Sama-sama tak tahu arti cinta.
Ingatkah kau ketika kurebut kotak makanmu itu? Kau merengek seperti bocah lelaki cengeng.
Kita saling berlari-an di tengah tetesan hujan yang menghujam bumi. Tak peduli oleh dingin yang memeluk, di dekatmu akan selalu membuatku hangat, bersamamu membuatku hidup.
Aku lelah berlari, kawan. Kau pandai mencuri kesempatan saat aku lengah, kau berhasil merebut kotak makanmu itu, kau berhasil mencuri ruang kosong di hatiku yang dipenuhi kabut pekat. Kau berhasil menjadi matahari dalam hatiku.
Menjadi matahari yang membakar jiwa ini, menjadi mentari yang menjadi pijar tiap langkahku.
Kupikir jalinan kebahagiaan dan kesedihan yang kita rajut bersama, sepertinya menjadi jalinan benang kasih. Sadarkah kita? Mungkin, tidak.
Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti bulan. Seperti itukah siklus kehidupan? Segala hal akan berubah. Namun, akan  berubahkah rasa kasih ini?
Aku ingin kau kembali berada di sisiku, kawan.
Aku ingin melakukan hal-hal bodoh bersama, mungkin untuk keseribu kalinya? Menurutku, menjadi bodoh di sisimu seperti menjadi seorang Cinderella yang mengenakan sandal jepit?
Aku tak peduli menjadi bodoh atau tak punya malu. Karena bersamamu membuatku lupa bahwa dunia ini akan terus berputar, kau membuatku merasa berbeda. Semoga, kasih ini tidak digerogoti tikus-tikus nakal, ya?

Jangan lupakan aku, tengil
Simpanlah kotak makanmu baik-baik,
Seperti kusimpan hati ini untukmu,

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer